Label

  • : (1)

Selasa, 22 Maret 2011

Goresan Tangan



Duka bangsaku
Oleh: M. Abdullah Faqih

nafas bangsaku mulai menghilang
sinar mentari mulai luntur dimeja hijau
roh-roh nasionalis tak bergairah dijiwa pemuda bangsa
lautan air mata darah menghiasi berita dinegeri pluralis
mulai menjamurnya neraka-neraka dunia bagi kawula alit
dan terbuka lebar nirwana bagi setan-setan kapitalis dinegeri pluralis..

Lidah wetan, 04 juni 2010









Nafas BangsaKu
Oleh: M. abdullah faqih

Perang sudah berakhir…….
Bangsa kita sudah bisa bernafas
Nirwana dunia lahir kembali dinegeri pluralisme
Kemerdekaan sudah kita gengam
masa kelabu sudah sirna
kini kita hidup dalam buai-buai keindahan
sinar harapan telah muncul
aura kebangkitan telah mulai menyelubungi
jiwa raga kita.

Rakyat Indonesia……………..
Ku titipkan nafas bangsaku padamu !!!!!!!!!!!

Warnet mitra, 01 juni 2010





Tembok
Oleh: M. abdullah faqih


Tembok itu berdiri semakin tegap
tembok itu semakin kuat,tangan,suara dan raga ini telah dihempitnya
tak seorangpun orang yang berani untuk merobohknya

tembok itu tertawa dg bangga dan berteriak
kau itu robot yg tak pantas punya akal,karsa dan cìpta

wrng kopi 131110



Rumah  Abadi
Oleh: M. abdullah faqih

aku rindu dengan belaianmu,
ingin ku ketuk rumahmu,
namun aku masih gusar dengan pakainku yg msh cumpang-camping
togkatpun tak ada, untuk melewati jalan yg penuh dengan bebatuan ...

kawan.....
siapa yg bisa untuk menuntunku kerumahnya

gedung t1 unesa, 7 okt 10




LILIN PUTIH I
Oleh: M. abdullah faqih

Kini tinggal sebuah kenangan..
kau ukir
 kau lukis disemua raga ini dengan senyuman.

Lorong yang tak berujung menjadi sebuah saksi
dimana derai kesedihan menyelimuti roh-roh
rasa takut ini terus menghantuiku setiap ku telusuri lorong yang tak berujung,

tak akan ada lintang dan sang rembulan yang akan menyambut malamku.

Lorong Panantang, Agustus 2010

Janji Sang Pendusta
Oleh: M. abdullah faqih

gelesih sedih kini jadi satu..
ku berdiri ditengah persimpangan...
tak percaya kau telah mengoreskan luka yanng dalam...
luka yang mebawah tagisan darah
wajahnya dirundung awan gelap
mata yang kehilangan akan sinar sang rembulan.

kawan
kau hadir bukan jadi malaikat penolong
kau kini iblis bersosok kahlifa
yang menghadirkan janji kemunafiakn

cuma janji yang kau ucapkan
kau sungguh pengorbal janji
tak kau sadari kau buat diriku tersudut
dilorong-lorong kehacuran
kau berikan janji-janji pendusta
dan senyum sang bunga bangkai..

aku harus percaya sama siapa...........
penyesalan yang selalu mengahantui jejak langkaku....


sby, 20 spt 2010















Lilin Putih II
Oleh: M. abdullah faqih

lorong itu sungguh gelap
sinar mataharipun sudah tak mau menyapa lagi
apa lagi bulan yang ku impikan senyumnya,
tak kunjung tersenyum

cahaya yang aku tunggu tak kunjung tiba
kucari diselah-selah pahitnya samudra kehidupan

aku bertanya para proletar
dengan fenomena yang aku jalani
yang ada hanya sebutir kata
aku hidup sesuap nasi saja sudah susah,kenap aku harus memikirkan mu


ku berlari ketimur untuk bertanya para priyayi
dengan pertanyaan yang sama
fatwan yang keluar dari bibir lucunya
“takdir sudah menyapamu nak”

Ku berlari kebarat
Kutemui para borjuis para penguasa
dengan pertanyaan yang sama
bahasa kemnafikanpun muncul dari bibirnya
“saku ku masih masa sakaratul maut”

rasa putus asa dan harapan yang tak kujung tiba
lorong yang  galap brtmbh gelap
tak ada hembusan udara kemanusian
di penghujung samudra kehidupan


Lorong panantang, September 2010